Oleh: Dr Pradi Khusufi Syamsu MA
Problem pembelajaran bahasa Arab di perguruan tinggi menuntut solusi yang menyuluruh, terpadu, dan tidak parsial. Aziz Fahrurrozi mencatat ada tiga kata kunci yang perlu dipahami dalam pembelajaran bahasa Arab. Ketiga kata kunci tersebut adalah pendekatan, metode, dan teknik. Pendekatan lebih bersifat teoritis sedangkan metode merupakan rencana dari pengajaran yang konsisten akan pendekatan yang dipilih dan kelanjutan dari pendekatan. Adapun teknik bersifat implementasional atau yang benar-benar diterapkan dalam kelas pembelajaran bahasa dan sebuah strategi khusus yang digunakan untuk mencapai sasaran. Pendekatan, metode, dan teknik mempunyai hubungan hirarkis dan sistematis. Hubungan ketiganya menggambarkan bahwa teknik merupakan satu hasil implementatif dari metode yang selalu konsisten dengan pendekatan yang dipilih. Metode merupakan suatu rancangan menyeluruh untuk menyajikan secara sistematis bahan-bahan bahasa yang diturunkan dari pendekatan yang dipilih, sehingga tidak ada bagian-bagiannya yang saling bertentangan.
Varian Pendekatan
Terkait pendekatan dalam pembelajaran bahasa Arab, Mahmud Kamil an-Naqah menyebutkan ada empat pendekatan yang cukup populer, seperti pendekatan audio lingual, pendekatan fungsional, pendekatan situasional, dan pendekatan nahwu. Sementara Thu’aimah merinci ada empat pendekatan dan Muhbib menyebut ada lima pendekatan dalam pembelajaran bahasa Arab, antara lain: pendekatan humanistik, penekatan teknologi, pendekatan analitik dan non-analitik, pendekatan komunikatif, dan pendekatan kognitif. Adapun Fathi Ali Yunus dan Muhammad Abdur Rauf menyebut ada tiga pendekatan dalam pembelajaran bahasa Arab, pendekatan psikolinguistik, pendekatan sosiolinguistik, dan pendekatan linguistik.
Sedangkan Ahmad Abduh Iwadh mencatat ada empat pendekatan dalam pembelajaran bahasa, pendekatan integratif, pendekatan skills, pendekatan komunikatif, pendekatan fungsional. Pendekatan integratif dalam pembelajaran bahasa Arab dinilai memiliki dampak positif lebih tinggi ketimbang pendekatan-pendekatan lainnya. Pembelajaran dengan pendekatan integratif memberikan hasil yang optimal dalam pencapaian keterampilan berbahasa. Oleh karena itu sudah saatnya pembelajaran bahasa Arab mengupayakan integrasi sehingga hasil komunikatif dapat dicapai, materi yang disajikan kepada mahasiswa mencerminkan apa yang mahasiswa hadapi dalam situasi kehidupan nyata dan mahasiswa mampu memahami dan dipahami oleh orang Arab.
Bahasa Satu Kesatuan
Terlebih bahasa merupakan satu kesatuan utuh yang saling berhubungan, menguatkan, dan saling terkait. Hal ini diperkuat bahwa bahasa sekumpulan sistem, yang terintegrasi satu sama lain, dan memiliki hubungan timbal balik, sehingga setiap sistem tidak sepenuhnya menjalankan tujuannya kecuali ada struktur lain yang menguatkan. Bahkan secara fungsinya bahasa mencerminkan integrasi, karena menggunakan bahasa berarti menggunakan bahasa secara keseluruhan dengan semua elemennya, dan masing-masing sistem menjalankan fungsinya bekerja sama dengan sistem lain. Sebagaimana teori psikologi Gestalt bahwa keseluruhan lebih besar daripada jumlah bagian-bagian dan bagian-bagian itu akan lebih jelas ketika dikaitkan dalam perpektif yang beragam serta elemen-elemen yang variatif dalam keseluruhan.
Pemikiran Integratif Awal
Sejatinya pemikiran integratif dalam pembelajaran bahasa Arab bukan hal yang baru. Para ahli bahasa Arab masa lampau telah mengetahui dan memahami makna integratif dalam pembelajaran bahasa Arab secara terang benderang. Mereka mengajarkan bahasa Arab secara integratif dengan melibatkan naṣ-naṣ adab (syair, naṡr, dan naṣ al-Qur’an) dengan mendialogkannya bersama beragam kajian kebahasaan seperti tafsir kosakata, syarah kalimat, balāgah, nahwu, sharaf, dan fonologi. Pembelajaran bahasa Arab secara integratif telah dilakukan di halaqah-halaqah masjid dan kuttab pada masa Abbasiyah. Para ulama dari ahli bahasa mengajarkan murid-murid mereka ilm-ilmu bahasa Arab bersamaan dengan naṣ-naṣ al-Qur’an, puisi, syair, khutbah, dan tulis menulis. Adapun para ulama klasik yang telah melakukan integrasi dalam karya-karyanya antara lain al-Jāḥiẓ dalam karyanya al-Bayān wa at-Tabyīn, Abū al-Abbas al-Mubarrid dalam karyanya al-Kāmil fi al-Lugah wa al-Adab, Abū ‘Āli al-Qālī dalam karyanya al-Amalī, dan Syaikh Ḥusain al-Murṣafā dalam karyanya Bagiyah al-Amal.
Pembelajaran Integratif Kontemporer
Pada era kontemporer ada dua teori pembelajaran bahasa Arab yakni teori naẓariyyah al-wiḥdah (all in one system) dan naẓariyyah al-furū’ (teori cabang). Teori yang pertama memandang bahwa bahasa adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan saling terkait antara bagian-bagiannya; bahasa bukan bagian dan cabang yang terpisah; pelajaran bahasa Arab yang bermacam-macam bukan sesuatu yang terpisah melainkan satu kesatuan dan berkelindan. Untuk mengaplikasikan teori ini dalam pembelajaran, diambil suatu tema atau naskah sebagai materi pokok yang mengandung semua aspek pembelajaran bahasa, yaitu aspek qirā’ah, ta‘bīr, tażawwuq, ḥifẓ, imlā’, dan latihan-latihan. Adapun naẓariyah al-furū’ adalah pembelajaran bahasa Arab terbagi beberapa cabang di mana setiap cabang memiliki kurikulum tersendiri, buku-buku yang berbeda antara satu dengan lainnya, metode yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran di setiap cabangnya, dan alokasi waktu pembelajaran terbagi sesuai dengan porsinya.
Oleh karenanya pembelajaran bahasa Arab integratif sudah menjadi kebutuhan bagi kemajuan bahasa Arab mahasiswa dalam era kontemporer. Ajakan untuk mengajarkan bahasa Arab dengan pendekatan integratif dating dari banyak kelompok pendidik di beberapa negara Arab seperti Yordania, Aljazair, dan Kuwait sebagai akibat dari kegagalan kurikulum tradisional. Bahkan banyak negara di dunia maju, seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis dan beberapa negara Skandinavia, dan banyak negara Arab telah mengambil inisiatif untuk mengadopsi metode ini dan menjadikannya metode pengajaran.
Ada dua model pembelajaran bahasa yang bersifat integratif dan terbilang populer digunakan dalam sepuluh tahun terakhir ini. Kedua model pembelajaran bahasa tersebut adalah Content Based Instruction (CBI) atau pengajaran berbasis isi dan Content and Language Integtrative Learning (CLIL) pembelajaran terintegrasi isi dan bahasa. CBI berkembang di Kanada dan Amerika Serikat. Sedangkan CLIL berasal dan dikembangkan di Eropa. Keduanya merupakan pendekatan pembelajaran yang memadukan pendekatan bahasa dan isi, di mana bahasa kedua atau bahasa asing tidak hanya digunakan sebagai bahasa dalam instruksi pembelajaran namun juga sebagai alat yang sangat penting untuk membangun pengetahuan.