December 13, 2024
etika

Oleh: Khoirunnisa (Mahasiswi Prodi Pendidikan Bahasa Arab IAIN Syekh Nurjati Cirebon)

Sebuah kenyataan bahwa Islam di Indonesia telah menempatkan diri sebagai entitas dari kolektivitas spiritual dan sosial yang dominan sehingga agama ini menjadi keyakinan mayoritas pada masyarakatnya. Fakta historis dan sosial bahwa Islam masuk ke indonesia lebih dominan dalam mengandalkan jalur kultural daripada dengan aksi kekerasan tidak bisa dipungkiri. Maka dari itu Islam datang dengan menggantikan peran dari peradaban sebelumnya, Islam pun telah tersebar ke berbagai pelosok, melalui kelenturan cara berdakwah dari para dai-dai profesional seperti para Walisongo.

Pun demikian dengan pesantren. Pesantren hidup dan berkembang melalui proses keilmuan dan akulturasi kebudayaan, bukan dengan cara perang atau kekerasan dan pemaksaan. Karena itu sangat wajar dan logis jika antara pesantren dengan masyarakat kemudian tercipta sinergi dan harmoni antara satu dengan yang lain sehingga pesantren menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam struktur sosial masyarakatnya.

Fenomena dekadensi moral pada remaja telah menjadi problem nasional. Beruntungnya Indonesia memiliki pesantren, sebuah warisan sebuah sistem pendidikan yang dapat menjadi alternatif solusi akan hal tersebut. Eksistensi pesantren telah terbukti mampu survival di tengah derasnya arus modernisasi dengan beragam tantangan dan dampak negatif yang ditimbulkannya. Pesantren telah terbukti mampu berperan sebagai benteng moralitas bangsa. 

Pesantren menerapkan beragam strategi dalam membimbing akhlak santri seperti strategi formal, strategi non formal, strategi alami, strategi teladan, strategi nasehat, strategi ceramah, dan strategi kisah-kisah. Beragam metode dalam pendidikan karakter juga diterapkan dengan metode keteladanan, pembiasaan, nasihat, memberikan perhatian, dan hukuman yang mendidik. Alhasil, dari pesantren terlahir orang-orang yang memiliki karakter dan moral yang baik.

Reposisi Pesantren

Sejak  masa  awal  penyebaran  Islam Indonesia, pesantren adalah sarana penting bagi kegiatan Islamisasi di Indonesia. Perkembangan  dan  kemajuan  masyarakat  Islam  Nusantara, khususnya di Jawa yang tidak mungkin terpisahkan   dari   peranan   yang dimainkan pesantren. Berpusat  dari  pesantren,  perputaran  roda  ekonomi  dan  kebijakan  politik  Islam dikendalikan.  Di  masa  Walisongo,  tidak  sedikit  wali-wali di Jawa  menguasai jaringan  perdagangan  antara  pulau  Jawa  dengan  pulau  di luar Jawa, seperti Sunan Giri yang memiliki jaringan perdagangan antara Jawa dengan Kalimantan, Maluku, Lombok dan sebagainya. Begitu pula dengan perjalanan politik Islam di Jawa, pesantren mempunyai pengaruh yang kuat bagi  pembentukan dan pengambilan sebagai  kebijakan di keraton-keraton.

Pesantren sejak awal berdirinya hingga sekarang menjadi salah satu pusat studi  Islam yang paling mutakhir. Pesantren sudah jauh-jauh hari menerapkan empat pilar pendidikan yang meliputi learning to Know, learning to do , learning to be, dan learning to live together. Keempat pilar pendidikan tersebut diintegrasikan dalam semua kegiatan baik yang bersifat kurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Kegiatan pendidikan keislaman di pesantren dinilai komprehensif karena  tidak  hanya   terjadi transfer of knowledge, namun juga transfer  of  values.

Pesantren tidak hanya mendasarkan  pada pemahaman teori, akan tetapi praktik ibadah sekaligus tidak hanya mengandalkan hapalan serangkaian teori keilmuan akan tetapi membiasakan diri dalam  tradisi  ritual;  tidak  hanya  secara  retoris  menggalakkan konsep keadilan, tawassuth, dan tawazun,  tetapi  juga  mengimplementasikannya dalam tataran praksis kehidupan pesantren. Bisa dikatakan bahwa  pesantren merupakan miniatur  masyarakat  Islam  ideal  yang  jika  pengaruhnya  sampai  pada  spektrum yang  lebih  luas  tentu  akan  mempengaruhi  kehidupan  masyarakat  sesuai  dengan kehidupan pesantren itu sendiri. 

Pesantren berkontribusi dalam mencerdaskan masyarakat  luas  dan mengentaskan buta huruf. Tidak sedikit masyarakat di pedesaan turut ikut menikmati budaya menuntut ilmu dari pesantren. Pesantren adalah model  pendidikan  yang  terjangkau  oleh  setiap penduduk,  termasuk  oleh  warga negara   yang  serba  berkekurangan sekalipun. Pesantren juga mencetak alumni-alumni yang peduli dan membersamai masyarakat dalam berbangsa dan bertanah air. Di mana alumni pesantren  menjadi pemimpin informal dan  kharismatik di  tengah-tengah  masyarakat  dalam membimbing intelektualitas dan moralitas mereka.

Karakter Pesantren

Integrasi pesantren dengan masyarakat ini sungguh telah  mengakar  dan  membudidaya  dari  dulu sampai   sekarang.  Dari  sinilah  pesantren  menampilkan  satu  budaya  khas  yang  berkarakter. Tiga karakter dasar pesantren, yakni keilmuan, modeling (uswah khasanah), dan mempertahankan  tradisi.  Subtansi budaya  pesantren  yang  tampak  dalam  tiga  aspek  itu  tetap  sama,  meskipun manifestasinya bervariasi.

Sebagai  salah  satu  kekayaan  budaya  umat  Islam  Indonesia yang khas, pesantren telah terbukti menjadi barometer ketahanan moralitas umat sekaligus  lembaga  sosial  yang  mampu  melakukan  transformasi nilai-nilai  keagamaan  dan  kebangsaan. Pesantren juga lembaga yang memahami betul perubahan dan perkembangan sosial masyarakat.

Selain itu, tradisi  kesederhanaan,  kemandirian,  etos  belajar  yang tinggi, sikap  tasamuh, tawazun, dan tawasuth pesantren  menjadikan kehidupan  masyarakat  muslim  nusantara  yang damai, toleran, berkeadilan, dan moderat.

Sikap  kesederhanaan  santri  membentuk  masyarakat  yang  tidak serakah dan hanya mau menikmati rizki yang halal dan berkah. Sikap dan keyakinan ini melahirkan  budaya  kerja yang positif karena kehalalan dan  keberkahan  menjadi acuan  utama.  Dengan  sikap  ini,  budaya  korupsi  sejatinya  bisa  diminimalisir, bahkan dihilangkan.Adapun budaya toleransi dan menghargai perbedaan yang tinggi merupakan  manifestasi  dari  ajaran  ahlussunnah wal jama’ah  tidak  lepas  dari  pendidikan  pesantren. Santri sejak awal dibekali dengan keberagamaan yang toleran sehingga di tengah masyarakatnya  mampu  menyebarkan  budaya  damai.  Karakter dan budaya tersebut terus ditumbuhkembangkan pesantren untuk meneguhkan baldatun thayyibatun warabbun ghafur di bumi nusantara.

About The Author