
Oleh: Dr Pradi Khusufi Syamsu MA
Daya tarik bahasa Arab mengundang perguruan tinggi untuk membuka studi bahasa Arab dan mempelajarinya. Di Indonesia, perguruan tinggi Islam menempatkan pembelajaran bahasa Arab sebagai mata kuliah yang wajib diambil oleh setiap mahasiswa terlebih di program studi pendidikan bahasa Arab dan Sastra Arab. Terlebih perguruan tinggi memiliki fungsi tidak hanya mengembangkan kemampuan sivitas akademikanya menjadi inovatif, responsive, kreatif, terampil, berdaya saing, dan kooperatif. Akan tetapi perguruan tinggi juga berfungsi mengembangkan ilmu pengetahuan dan memiliki peran strategis dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk pengembangan ilmu bahasa Arab dan pembelajarannya.
Namun, pembelajaran bahasa Arab di perguruan tinggi Islam masih menuai kritik. Menurut Imam Suprayogo, problem yang dihadapai perguruan tinggi Islam dalam konteks pembelajaran bahasa Arab masih sama dari dulu hingga kini. Kelemahan para mahasiswa perguruan tinggi Islam adalah keterbatasannya dalam penguasaan bahasa Arab. Menurutnya, problem ini masih sama dengan apa yang telah dilontarkan oleh A. Mukti Ali saat masih menjabat Menteri Agama pada tahun 1970-an. Pembelajaran bahasa Arab di perguruan tinggi masih pada taraf formalitas belaka sehingga lulusannya dibanding lulusan pesantren di tengah masyarakat masih kalah mutu dan kebermanfaatan. Akhirnya pertumbuhan percayaan masyarakat terhadap perguruan tinggi Islam terhambat.
Sebatas Formalitas
Keterbatasan mahasiswa dalam penguasaan bahasa Arab dinilai karena program pembelajaran dijalankan masih bersifat formalitas dan atau pembelajaran bahasa Arab di perguruan tinggi masih bersifat preskriptif yakni penentuan dan penguasaan pembelajaran bahasa Arab sepenuhnya dilimpahkan di pundak dosen bahasa Arab dan pihak perguruan tinggi belum berkontribusi dalam menentukan rancangan dan target pembelajaran bahasa Arab yang ideal menurut pengamatan mereka. Padahal kualitas dan efektifitas strategi pengajaran yang baik dapat berdampak langsung terhadap hasil belajar mahasiswa. Di samping itu semakin baik kualitas dan efektifitas strategi pengajaran yang diterapkan memberikan dampak pada motivasi belajar mahasiswa yang baik sehingga berdampak pada hasil belajar yang baik pula. Merujuk pada konsep psikologi behavior, seseorang akan melakukan respon tertentu jika diberikan stimulus tertentu. Respon tersebut diwujudkan dalam bentuk tindakan.
Pragmatis
Belum lagi pendekatan pembelajaran di perguruan perguruan tinggi tidak selalu deep approach atau pendekatan belajar mendalam yang berarti mahasiswa memiliki niat untuk mendapatkan makna mendalam dari kegiatan belajarnya dan melakukan pemikiran kognitif tingkat tinggi selama belajarnya. Namun ada juga dari kalangan mahasiswa belajar dengan pendekatan permukaan atau surface approach, yakni belajar didasari keinginan untuk menyelesaikan tugas dan menghafal informasi sehingga pembelajaran dilakukan hanya sebatas memenuhi tugas dan tidak sungguh-sungguh mempelajari substansi materi hingga arah filosofis. Selain dua pendekatan tersebut ada pendekatan strategis atau pendekatan pencapaian (strategic or achieving approach). Mahasiswa pada pendekatan ini belajar dengan tujuan mendapatkan nilai yang tinggi sehingga fokus belajarnya adalah materi-materi yang diprediksi akan diujikan dalam evaluasi. Pembelajaran ini tentu tidak akan mengarah pada substansi filosofi materi. Ditambah lagi dari segi waktu pembelajaran bahasa Arab yang terbilang minim dan terbatas dengan materi yang cukup padat serta pada jam-jam yang kurang efektif makin menambah kejenuhan mahasiswa dalam belajar bahasa Arab.
Input Minim Bahasa Arab
Input mahasiswa di program studi keislaman di yang heterogen atau tidak semua berasal dari pesantren atau madrasah dan bahkan cenderung lebih banyak dari lulusan sekolah (SMA/SMK) juga menambah rumit dan peliknya pembelajaran bahasa Arab di perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan lulusan SMA/SMK secara umum tidak memiliki latar belakang belajar bahasa Arab sebagaimana lulusan pesantren dan madrasah aliyah (MA). Selain tidak diajarkan di sekolah, media massa berbahasa Arab di Indonesia dapat dikatakan hampir tidak ada sehingga makin menambah perasaan asing mahasiswa terhadap bahasa Arab. Di sebagian perguruan tinggi treatment bagi mahasiswa yang tidak berlatar belakang pesantren dan madrasah adalah dengan memberikan program-program khusus kebahasaaraban hingga diasramakan selama tahun pertama guna menstandarkan keterampilan berbahasa mereka. Namun hal ini belum dapat dipraktikkan oleh semua perguruan tinggi keagamaan Islam dan masih terbatas oleh perguruan tinggi tertentu karena keterbatasan asrama dan dosen.
Disorientasi
Orientasi belajar bahasa Arab mahasiswa sebagai pelajar dan dosen sebagai pengajar maupun perguruan tinggi sebagai penyelenggara institusi pendidikan belum bersinergi, belum terpadu secara optimal, dan tumpang tindih. Fakta empiris membuktikan bahwa orientasi pembelajaran bahasa Arab tidak tunggal. Muhbib Abdul Wahab mencatat setidaknya ada empat orientasi pembelajaran bahasa Arab. Pertama, orientasi religius, yakni belajar bahasa Arab untuk memahami ajaran Islam; kedua, orientasi akademika, yakni belajar bahasa Arab untuk memahami ilmu-ilmu dan keterampilan berbahasa Arab serta terjemah; ketiga, orientasi professional dan pragmatis, yaitu belajar Bahasa Arab untuk tujuan cakap berkomunikasi lisan dalam bahasa Arab untuk suatu pekerjaan tertentu; keempat, orientasi ideologis dan ekonomis, yakni belajar bahasa Arab sebagai media untuk kepentingan orientalisme, kapitalisme, imperialism, dan keuntungan ekonomi.
Kualitas Dosen
Salahuddin dan Sara menyebut bahwa ada kendala pembelajaran bahasa Arab di kalangan non-Arab tidak selalu karena faktor mahasiswanya, melainkan juga faktor dosen, metode pembelajaran, dan kesalahan menerapkan metode pendidikan. Dosen yang mengajar bahasa Arab mahasiswa non-Arab memiliki pemahaman yang kurang tentang bahasa Arab atau tidak tahu metode pengajaran bahasa Arab kepada mahasiswa yang tidak berbicara bahasa Arab. Adapun mahasiswa kurang memiliki motivasi dalam belajar bahasa Arab dan minim usaha dalam berupaya belajar bahasa Arab. Sedangkan problem metode pembelajaran karena metodenya seperti tidak memperhatikan perbedaan individu di antara mahasiswa atau sangan bergantung pada terjemahan dan penggunaan metode indoktrinasi selama proses pembelajaran. Faktor kesalahan menerapkan metode pendidikan terjadi karena kurikulum pengajaran yang digunakan untuk mengajar bahasa Arab bermasalah ketika dijelaskan dala bahasa wacana atau kurikulum tidak menggunakan peran morfologi dan tata bahasa dengan benar dalam pemahaman dan berbicara.
Berdasarkan pandangan pembelajaran bahasa Arab era posmetode, metode tidak lagi dipandang sebagai faktor utama yang menentukan keberhasilan proses pembelajaran bahasa Arab. Terlebih tidak ada metode yang paling sesuai dan ideal untuk berbagai tujuan dan situasi pembelajaran bahasa Arab. Dalam perspektif posmetode, sumber daya dosen memainkan peranan penting dalam keberhasilan pembelajaran bahasa Arab. Memang metode pembelajaran bahasa Arab bisa jadi lebih penting daripada materi ajar bahasa Arab namun spirit dan profesionalitas serta pemahaman dosen bahasa Arab akan peran dan fungsinya lebih utama dari metode pembelajaran bahasa Arab itu sendiri.