
Oleh: Pradi Khusufi Syamsu [Dosen UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon]
Ramadhan selalu menjadi bulan yang dinanti oleh umat Muslim di seluruh dunia. Ramadhan menjadi bulan yang amat spesial di hati umat Muslim. Pada bulan suci ini umat muslim bukan sekedar momentum menjalankan ibadah puasa, namun juga menghadirkan suasana penuh kebersamaan, kekhusyukan, keceriaan, dan kedermawanan secara berlebih di banding bulan-bulan lainnya.
Penantian terhadap Ramadhan yang sangat besar karena bulan ini dipenuhi dengan rahmat, ampunan, dan keberkahan dari Allah SWT. Pada bulan ini, umat Islam diwajibkan berpuasa selama sebulan penuh, menahan diri dari makan, minum, serta segala hal yang dapat membatalkan puasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
Ramadhan memang betul-betul bulan yang utama. Padanya terdapat banyak kesempatan untuk mendapatkan pahala berlipat ganda. Allah SWT membuka pintu surga selebar-lebarnya dan menutup pintu neraka. Mengenal Ramadhan akan membantu umat Islam untuk lebih optimal dalam menjalankan ibadah dan meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Allah azza wa jalla.
Makna Ramadhan
Kata ramadhan (رمضان) akar katanya adalah ramidha (رَمِضَ), yang berarti panas. Atau, bentuk mashdar qiyasi dari ramadha-yarmadhu-ramdhan wa ramadhan, yang secara harfiah berarti panas terik (syiddat al-hurr). Para ulama kemudian menjadikan makna panas pada kata ramadhan dengan arti membakar atau menghapus semua dosa-dosa orang yang berpuasa pada bulan tersebut. Al-Qurthubi mengatakan, dinamakan bulan Ramadhan karena ia mengugurkan/membakar dosa-dosa dengan amal shalih.
Makna Shiyam atau Shaum
Shiyam atau shaum secara bahasa bermakna menahan diri dari sesuatu. Menahan diri dari makan atau berbicara. Kata shaum dan shiyam terbentuk dari akar kata صام – يصوم yang berarti imsak (menahan), shamt (diam tidak bicara), rukud (diam tidak bergerak), dan wuquf (berhenti). Jadi kedua kata tersebut secara bahasa berarti meninggalkan atau tidak makan-minum, tidak berbicara, dan tidak melakukan aktivitas apapun.
Meski bermakna sama, al-Qur’an lebih memilih kata shiyam untuk menunjukkan makna aktivitas kewajiban puasa pada al-Baqarah: 184 dan 187. Hal ini karena kata shiyam (صيام) terdiri dari empat huruf, sementara shaum (صوم) terdiri dari tiga huru. Merujuk disiplin ilmu sharaf, bentuk kata menunjukkan karakter makna (زيادة المبنى تدل على زيادة المعنى), sehingga kata shiyam memiliki makna yang lebih dalam daripada kata shaum.
Adapun shiyam menurut syariat adalah menahan diri dari sesuatu yang membatalkan puasa pada waktu dari subuh hingga magrib, yang dilakukan oleh orang mukallaf dan dengan niat.
Puasa disyariatkan pada bulan Ramadhan karena Ramadhan bulan yang paling utama. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
رَمَضَانُ سَيِّدُ الشُّهُورِ
Ramadhan adalah tuan para bulan. (HR. ad-Dailami dan al-Bazzar)
Dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya menyebutkan,
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
Apabila datang Ramadhan, dibukalah pintu-pintu surga, dan ditutuplah pintu-pintu neraka, dan setan-setan dibelenggu. (HR. Muttafaqun ‘alaihi)
Tidak ada puasa wajib dalam Islam selain puasa Ramadhan. Namun, puasa selani Ramadhan yang dapat menjadi wajib apabila seorang bernadzar, atau membayar kafarat, atau karena berburu ketika ihram, dan lainnya. Kewajibab puasa Ramadhan terekam dalam sabda Rasulullah saw,
… قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: وَصِيَامُ رَمَضَانَ. قَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهُ قَالَ: لاَ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ.
…. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan lagi, “Islam juga mengerjakan puasa di bulan Ramadhan.” Laki-laki itu bertanya, Apakah ada kewajiban selain itu? Rasulullah saw menjawab, Tidak kecuali puasa sunnah. (HR. Bukhari dan Muslim)
Awal Puasa Ramadhan
Perintah puasa Ramadhan datang di bulan Sya’ban tahun kedua Hijriyah. Sebelum turunnya perintah puasa Ramadhan, setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beribadah puasa tiga hari dalam setiap bulannya dan berpuasa di bulan ‘Asyura. Perintah puasa Ramadhan berdasarkan kalamullah yang berbunyi,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (al-Baqarah: 183)
Kemudian berpuasalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan selama sembilah tahun hingga wafatnya beliau pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 11 Hijriyah.
Bepuasa di bulan Ramadhan adalah salah satu rukun Islam. Kewajiban ber[uasa Ramahdan telah ditetapkan melalui dalil-dalil al-Qur’an maupun sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga ijma kaum Muslimin.
Siapa pun yang mengingkari kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan dihukumi kafir, dan diperlakukan sebagaimana diperlakukannya orang murtad. Namun tidak serta merta dihukumi murtad, melainkan lebih dulu orang yang ingkar diminta bertaubat agar mengakuinya dan mencabut pengingkarannya. Jika bertaubat, maka ia bagian dari kaum muslimin, akan tetapi jika menolak, maka ia dihukumi sebagai orang murtad. Kecuali apabila ia baru masuk Islam dan belum mengetahui kewajiban-kewajiban di dalam agama Islam serta hukum-hukumnya. Atau ia hidup di daerah terpencil yang jauh dari ulama. Maka, orang tersebut harus diajarkan hukum-hukum Islam.
Adapun yang mengakui kewajiban berpuasa, namun ia tidak mau berpuasa dengan tanpa alasan uzur seperti sakit atau bepergian jauh, ia bermaksiat dan fasik. Ia harus dilarang untuk makan dan minum di siang hari Ramadhan, supaya pada dirinya ada gambaran orang yang berpuasa. Selain itu, ia juga diminta bertobat dari perbuatan maksiatnya.
Hikmah Puasa
Allah ta’ala mewajibkan hambanya berpuasa karena puasa memiliki hikmah yang amat banyak, manfaat yang berlipat dan rahasia yang bermanfaat. Dari sisi akidah, hikmah puasa Ramadhan dapat meningkatkan keimanan karena melakukan ketaatan dan meningkatkan rasa diawasi oleh Allah ta’ala. Sementara dari segi ibadah, puasa menciptakan penghambaan yang sempurna di hadapan Allah ta’ala dengan melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Jangankan yang diharamkan, yang halal atau dibolehkan pun tidak boleh dilakukan saat berpuasa pada siang hari di bulan Ramadhan.
Adapun dari dimensi pendidikan, puasa untuk melatih jiwa, mempertajam akal dan perasaan, dan berlatih disiplin makan pada waktu-waktu yang ditentukan. Kemudian, dari dimensi sosial, puasa mampu menggerakkan kepekaan terhadap kaum fakir miskin, memberikan makanan dan menolong mereka. adapun dari segi kesehatan, puasa menyehatkan tubuh pelakunya terutama pada organ-organ pencernaan.
Akhir kata, benarlah apa yang dikatakan dalam QS. al-Baqarah ayat 184,
وَأَن تَصُومُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
…Dan puasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Al-Baqarah: 184)