Oleh: Zakky Rafanaldi (Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Arab IAIN Syekh Nurjati Cirebon)
Santri merupakan salah satu unsur penting dalam konteks pendidikan Islam di Indonesia. Mereka adalah individu yang mengabdikan diri untuk mendalami ajaran Islam, memperkaya ilmu pengetahuan, dan mempraktikkan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari. Lebih dari sekadar peserta didik, santri juga merupakan penjaga tradisi keislaman yang kaya dan beragam, yang telah berperan dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai agama Islam di berbagai lapisan masyarakat.
Berbicara tentang santri maka tak luput dengan pesantren, pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan islam tradisional yang para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Santri tersebut berada dalam kompleks yang juga menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan keagamaan lainnya. Kompleks ini biasanya dikelilingi oleh tembok untuk dapat mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pada intinya pesantren adalah tempat santri untuk menimba ilmu dan bersosialisasi.
Mengenal Karakter Santri
Karaktermenurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah ciri-ciri yang melekat pada sesuatu yang membedakannya dari yang lain; sifat, tabiat, atau watak. Semua orang didunia ini pasti memiliki karakter yang berbeda yang memudahkan orang lain untuk mengenalinya, begitu hal nya dengan santri, untuk membedakan santri dengan selainnya bisa dilihat dengan cara mengetahui karakternya. Berikut ini beberapa karakter yang setidaknya ada pada diri seorang santri, antara lain: berakhlak karimah, patuh dan hormat pada orangtua, ta’zhim kepada guru dan ilmu, ikhlas mengabdi, sederhana dan mandiri.
Akhlaq bagi seorang santri ibarat pakaian yang selalu dipakai setiap hari, semakin bagus akhlaq seorang santri maka semakin bagus pula pakaiannya, begitupula sebaliknya. Orang tua adalah salah satu penyebab utama dari suksesnya seorang santri, jika ia patuh dan hormat kepada orang tuanya niscaya kesuksesan ada dalam genggamannya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “surga itu terletak di bawah telapak kaki ibu”.
Kitab ta’limul muta’allim karya Imam Az-Zarnuji disebutkan bahwa kunci kesuksesan belajar ada dalam menghormati ilmu dan ahli ilmu (ulama). Mengapa demikian? Karena jika seorang guru telah ridha kepada muridnya maka ilmu akan mudah masuk kedalam hatinya sehingga mudah untuk dipahami. Dan tentunya semua itu atas izin Allah ta’ala.
Santri ikhlas mengabdi tercermin dari kepasrahan seorang santri dalam belajar di pesantren. Secara ikhlas dalam melakukan setiap aktifitas pembelajaran dan pembiasaan lainnya, meskipun tanpa diawasi oleh seorang kiai atau guru. Bahkan pada pesantren tertentu terdapat santri yang sengaja mengabdikan dirinya secara terus menerus kepada sang kiai. Totalitas ini dilakukan karena santri meyakini, terdapat berkah yang akan didapat setelah melakukan pengabdian secara sukarela, secara sempurna kepada sang kiai atau ustadz. Berkah itu berupa kesuksesan hidup dalam bermasyarakat kelak, menjadi tokoh agama, tokoh masyarakat yang juga rela berkorban dan mengabdi kepada sesamanya.
Karakter khas santri, tidak tinggi hati dan sombong walau berasal dari orang kaya atau keturunan raja sekalipun. Fasilitas pesantren yang serba terbatas berberan dalam membentuk karakter kesederhanaan dan kemandirian santri. Sederhana dan mandiri bukan karena tidak mampu, tapi lebih menunjukkan pribadi yang peduli sesama, pribadi yang menyadari bahwa dunia adalah sementara. Bukti dari karakter tersebut, bahwa santri melakukan aktifitas domestik mereka sendiri-diri, seperti; mencuci, mamasak, dan lain sebagainya. Kesederhanaan dilambangkan dengan kesamaan dalam berpakaian dan benda yang dimilki tanpa bermewah-mewah.
Santri dalam Perspektif Masyarakat
Dalam perspektif masyarakat, santri memiliki citra yang sangat kompleks dalam kehidupan sosial. Generasi produk pesantren dianggap memiliki dan menguasai peran-peran penting. Pertama, mereka dianggap memiliki sikap yang dinamis, mampu beradaptasi, berjiwa sosial, kepribadian yang matang, tingkah laku dan akhlak yang baik, dan memiliki sifat yang sederhana; kedua, mereka dipandang memiliki keahlian keilmuan dalam menelaah suatu hukum dan menyelesaikan permasalah tentang hal tersebut’ dan ketiga, mereka telah mengalami gemblengan rohaniyah yang menguatkan spiritualitasnya, sehingga masyarakat terkadang mengandalkannya dalam kegiatan-kegiatan seperti tasyakuran, tahlilan, ziarah, pengajian, pengobatan alternatif, dan lain sebagainya.
Era globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi sekarang, menuntut santri untuk mengikuti perkembangan peradaban yang ada. Mereka diharapkan bisa bersaing dan mengikuti perkembangan teknologi, tidak hanya menggeluti pembelajaran kitab-kitab klasik, namun juga harus bisa menyebarkan ilmunya melalui media sosial yang beragam dan luas jangkauannya. Santri harus mampu mengikuti perkembangan peradaban dan teknologi yang terjadi. Mereka tidak bisa begitu saja lari dan menghindar dari cepatnya arus globalisasi, karena peran mereka dalam aktivitas itu juga sangat penting.
Harapan akhirnya, citra santri di pandangan masyarakat tetap disorot dengan pandangan yang baik dan bisa membawa eksistensi agama Islam di era revolusi industri 4.0 yang sekarang ini dengan baik dan sempurna.
Peran Santri dalam Kenegaraan dan Politik
Santri memang terkenal dengan istilah pribadi yang ahli didalam bidang ilmu-ilmu agama serta dapat mengajarkan dan mengamalkannya. Tapi disini penulis ingin menunjukkan kepada pembaca bahwa santri tidak hanya melulu tentang agama, namun santri juga bisa mendalami bidang-bidang lain seperti kenegaraan atau politik tanpa harus meninggalkan kewajibannya di dalam agama. Beberapa contoh santri yang berhasil di dalam bidang politik dan bernegara di antaranya: Abdurrahman Wahid (Gus Dur), KH. Abdul Wahid Hasyim, dan Prof. KH. Ma’ruf Amin.
Abdurrahman Wahid lahir pada tanggal 7 September 1940. Tempat kelahirannya di pesantren milik kakek dari pihak ibunya yang bernama Bisri Syansuri. Pesantren ini terletak di Denanyar Jombang, Jawa Timur. Beliau merupakan seorang presiden Indonesia yang ke 4 setalah masa pemerintahan B.J Habibie, dan perlu diketahui bahwa beliau lahir dari Rahim pesantren yang sukses menjadi orang nomor satu diindonesia yakni sebagai presiden.
Abdul Wahid Hasyim lahir pada tanggal 1 Juni 1914, beliau merupakan ayah dari presiden keempat, Abdurrahman Wahid dan anak dari KH. Hasyim Asy ‘ari. Beliau pernah menjabat sebagai Menteri Negara dan juga pernah sebagai Menteri Agama pada era orde lama. Sejak kecil, Abdul Wahid Hasyim belajar di Madrasah Salafiyah di pondok pesantren tebu ireng. Ia telah berhasil mengkhatamkan Al Quran di usia 7 tahun. Ma’ruf Amin Lahir di desa kresek, Tangerang, pada 11 Maret 1943, Beliau memang berasal dari keluarga religius. Keluarga Kiai Ma’ruf Amin bahkan masih memiliki garis keturunan dari imam Nawawi al-Bantani. Maruf kecil sudah diberangkatkan dan menempuh pendidikan di pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Kiai Ma’ruf Amin pernah menjadi anggota DPR selama dua periode, menjadi penasehat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), menjadi Katib ‘Aam PBNU dan Rais Syuriah PBNU hingga menjabat pucuk pimpinan pada organisasi ini sebagai Rais Am. Dan sekarang beliau menjadi orang nomor dua di Indonesia yakni sebagai wakil presiden Indonesia ke-7.