Oleh: Dita Aulia Nisa (Mahasiswi Prodi Pendidikan Bahasa Arab IAIN Syekh Nurjati Cirebon)
Public speaking adalah bagian seni dari proses penyampaian pidato di depan publik dan seni ilmu komunikasi lisan secara efektif dengan melibatkan pendengar (audience). Pesantren sebagai lembaga pendidikan asli Indonesia telah menerapkan praktik public speaking bagi para santrinya. Sebab, lulusan pesantren ditujukan untuk menjadi da’i-da’i profesional di tengah masyarakat. Tanpa pembiasan latihan berpidato, lulusan pesantren mustahil dapat menjadi da’i di tengah masyarakat.
Pentingkah Public speaking Bagi Santri?
Public speaking sangat penting dimiliki bagi setiap orang. Namun, tidak semua orang pandai berbicara di depan orang banyak. Public speaking merupakan istilah yang akrab dan kemestian di dunia pesantren. Banyak kegiatan pesantren yang melatih skill santri dalam public speaking seperti kegiatan muhadhoroh yang biasanya rutin dilaksanakan setiap malam jum’at yaitu acara pidato santri , diadakannya lomba pidato, puisi dan lain sebagainya. Secara tidak langsung ini dapat melatih kepercayaan diri mereka untuk tampil dan berbicara di depan umum. Lantas apakah public speaking penting bagi santri? Jawabannya adalah sangat penting . Karena santri sebagai penerus pejuang agama dan bangsa juga harus dapat menjalankan dakwah. Dakwah dapat dilaksanakan salah satunya dengan cara berpidato atau menyampaikan ajaran islam di depan banyak orang.
Santri terkenal dengan kemampuan berbicara di depan umum. Oleh karena itu banyak di antara mereka saat pulang ke kampung halaman diminta untuk mengisi kajian, khutbah jum’at, mengajar dan lain sebagainya. Bahkan, praktik-praktik public speaking yang dilakukan santri saat mondok berimplikasi pada kepercayaan diri santri dalam menghadapi masyarakat. Artinya, public speaking tidak hanya untuk menjadikan santri mahir berpidato. Namun, santri pada akhirnya pandai berkomunikasi dengan berbagai lapisan masyarakat sehingga santri juga cakap dalam berniaga. Fakta membuktikan tidak sedikit santri menjadi pedagang yang ulung. Hal ini karena kemampuannya dalam meyakinkan konsumen.
Tokoh-tokoh Sukses Berasal dari Santri
Banyak tokoh-tokoh sukses dan terkenal berasal dari kalangan santri. Mereka pandai dan cakap serta menarik dalam menyampaikan dakwah Islam dan solusi persoalan keumatan di depan khalayak ramai. Hal ini karena mereka memiliki kemampuan public speaking yang luar biasa. Beberapa di antara mereka adalah Ustadz Adi Hidayat (Pesantren Darul Arqom Garut), Ustadz Abdul Somad (Pesantren Darularafah Deli Serdang, Sumatra Utara), Ustadzah Ning Imaz (Pesantren Lirboyo), Ustadz Hanan Attaki (Pesantren Ruhul Islam Banda Aceh) dan masih banyak lagi.
Thus, bahwa pendidikan dan latihan public speaking di pesantren berandil besar dalam menghantarkan lulusannya berkiprah di tengah-tengah masyarakat bahkan mampu bersaing dan berkompetisi dengan lulusan luar pesantren. Selain itu, public speaking mempersiapkan agar dakwah Islam makin menyebar luas ke seantero negeri sehingga rahmatan lil ‘alamin semakin niscaya bagi semesta.
Tidak berhenti di situ, politikus nasional tidak sedikit yang lahir dari sistem pendidikan pesantren. KH Idham Khalid, Gus Dur, Hidayat Nur Wahid, KH Ma’ruf Amin, Din Syamsuddin, dan Abdul Muhaimin Iskandar merupakan beberapa politisi nasional yang pernah mengenyam pendidikan di pesantren. Kebiasan mereka dalam berlatih pidato selama di pesantren menghantarkannya menjadi orator-orator ulung. Terlebih, modal utama menjadi politikus adalah cakap dalam berpidato dan berorasi. Thus, public speaking bukan sekedar melahirkan ahli pidato atau menghantarkan pembelajarnya menjadi da’i profesional an sich. Banyak santri dapat melakukan berbagai macam pekerjaan karena modal berlatih pidato selama di pesantren.
Jurus Jitu Mahir Pidato
Ada beberapa teknik yang harus diterapkan dalam berpidato agar menjadi orator handal. Pertama, siapkan naskah untuk meminimalisir kesalahan dan menghafal naskah dengan baik agar tidak terlihat gugup atau grogi; kedua, berlatih sebelum tampil agar dapat membantu untuk menyesuaikan gerakan serta intonasi agar lebih terorganisir; ketiga, memilih pakaian yang tepat guna meningkatkan kepercayaan diri; keempat, datang lebih awal. Luangnya waktu dapat digunakan untuk memperhatikan sekitar dan beradaptasi pada lingkungan dan suasana baru dan ramai; kelima, tidak perlu membidik kesempurnaan.
Pikiran yang jauh dari tekanan kesempurnaan agar tidak ada perasaan takut gagal, sehingga membuat juru pidato atau orator lebih fokus untuk tampil sebaik mungkin tanpa memikirkan sempurna dan agar diri lebih tenang; keenam, hindari menghafal setiap kata untuk mencegah blank atau lupa saat tampil; dan ketujuh, membaca basmalah dan berdoa, misalnya membaca Allahumma la sahla illa ma ja’altahu sahla wa anta taj’alu sahla idza syi’ta sahla dan Robbisyrohlii sodri wayassirli amri wahlul ‘uqdatam min lisaani yafqahu qauli.