Oleh: Sakinah (Mahasiswi Prodi Pendidikan Bahasa Arab IAIN Syekh Nurjati Cirebon)
Salah satu lembaga pendidikan Islam yang memberikan kontribusi untuk bangsa ini adalah pondok pesantren. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional Islam dengan sistem asrama dan di dalamnya ada yang bertindak sebagai pendidik dan sentral figurnya yaitu kiai, ulama, ajengan atau tuan guru, dan ada santri, asrama, ruang belajar, dan masjid sebagai sentralnya. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan memiliki lima elemen dasar tradisi pesantren, yaitu pondok, masjid, santri, pengajaran kitab Islam klasik, dan kiai. Kiai dibantu oleh sejumlah santri senior serta beberapa anggota keluarganya. Pondok pesantren menjadi bagian yang sangat penting bagi kehidupan kiai, sebab pesantren merupakan tempat bagi sang kiai untuk mengembangkan dan melestarikan ajaran tradisi, dan pengaruhnya di masyarakat.
Pondok pesantren merupakan tempat sekaligus miniatur pendidikan Islam di Indonesia. Secara historis, pondok pesantren lahir di pedesaan, jauh dari hiruk pikuk perkotaan, bahkan di daerah pinggiran yang kelam, jauh dari dari peradaban. Pondok pesantren telah menjadi bagian integral dari sejarah pendidikan di Indonesia. Selama berabad-abad, pesantren telah menghasilkan generasi-generasi pemimpin dan cendekiawan yang berperan penting dalam mencerdaskan rakyat Indonesia. Namun, dalam menghadapi perubahan zaman dan tantangan global, pesantren perlu mempertimbangkan sejumlah strategi untuk tetap relevan dan berdaya saing.
Tantangan Masa Depan
Pendidikan pondok pesantren yang lebih baik sudah menjadi keharusan untuk menjawab tantangan zaman di abad ke-21. Realitas dinamika lembaga pondok pesantren sejak dulu hingga kini dengan segala kelemahan dan kelebihannya, dapat disimpulkan bahwa pembaharuan perlu dilakukan untuk menuju pendidikan Islam yang lebih baik. Berikut ini beberapa tantangan yang akan dihadapi pondok pesantren di masa mendatang, seperti kelangkaan ulama, era disrupsi, dan kurikulum modern.
Kelangkaan Ulama
Dewasa ini jumlah ulama jauh menurun, bahkan saat ini masyarakat Muslim sedang berada dalam kondisi kelangkaan ulama. Sebab ulama sudah terpinggirkan dengan perkembangan zaman dan teknologi. Permasalahan ini semakin mengemuka ketika begitu banyak orang yang diakui sebagai ulama telah wafat beberapa tahun kebelakang yang terkena covid-19. Namun tidak ada pengganti yang menyamai keilmuannya. Sementara fenomena munculnya dai, penceramah, ustadz, dan intelektual yang tahu agama menjamur di mana-mana. Ironinya, tidak sedikit dari mereka ini datang dari orang yang bukan sarjana Islam dan tidak berlatar belakang pendidikan Islam, melainkan sarjana umum. Bahkan, ada dari mereka yang tidak pernah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.
Era Disrupsi
Era disrupsi ini merupakan fenomena ketika masyarakat menggeser aktivitas-aktivitas yang awalnya dilakukan di dunia nyata ke dunia maya. Fenomena ini berkembang pada perubahan pola dunia bisnis. Kemunculan transportasi daring adalah salah satu dampaknya yang paling populer di Indonesia. Perubahan yang didorong oleh inovasi dalam sains dan teknologi itu juga terjadi dalam pendidikan. Negara-negara maju, yang selama ini menjadi pusat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menghadapi perubahan yang melaju deras tak ayal terdampak pula dengan perubahan desruptif.
Hal ini telah terbukti, dimana kitab kuning digital dapat dengan mudah diunduh melalui aplikasi teknologi. Banyak kitab-kitab kuning yang dipelajari di pesantren kini dapat diakses melalui aplikasi pintar misalnya kitab klasik yang membahas tentang pendidikan, aqidah, gramatika Arab, dan fiqh. Kitab-kitab tersebut antara lain Ta’lim al-Muta’allim, Fathul Majid, Alfiyah Ibnu Malik, Amtsilatut Tashrif, Fathul Qarib, Kifayatul Akhyar, Fathul Mu’in, dan masih masih banyak kitab-kitab pesantren yang dapat diperoleh melalui inovasi aplikasi teknologi.
Meskipun integrasi teknologi penting, pesantren tidak boleh melupakan inti dari tujuan pendidikannya: mendidik santri dalam ajaran agama Islam. Oleh karena itu, pesantren harus tetap memprioritaskan pengajaran nilai-nilai keagamaan, akhlak mulia, dan pengembangan spiritualitas. Teknologi harus dijadikan alat untuk memperkaya pengalaman keagamaan, bukan menggantikannya.
Kurikulum Modern
Masa depan pesantren juga membutuhkan penyempurnaan kurikulum agar sesuai dengan tuntutan zaman. Selain mempertahankan inti ajaran agama, pesantren perlu mengintegrasikan mata pelajaran ilmiah, teknologi, dan keterampilan ke dalam kurikulum mereka. Ini akan membantu menciptakan generasi pesantren yang kompeten dan mampu bersaing di berbagai bidang, tidak hanya dalam konteks keagamaan, tetapi juga dalam aspek sosial, ekonomi, dan politik. Kurikulum modern juga dapat mencakup pembelajaran bahasa asing dan keterampilan komunikasi untuk mempersiapkan siswa menghadapi tantangan global.
Pondok pesantren diharapkan terus meningkatkan fungsinya sebagai penjaga keberimanan umat mengingat para santri sekarang semangat belajarnya tak seperti generasi sebelumnya dikarenakan berbagai hal. enting bagi pondok pesantren harus lebih fokus pada pengembangan kurikulum yang mampu mencetak ulama. Caranya adalah dengan menjadikan “tafaqquh fiddin” (mendalami ilmu agama) sebagai inti dari tugas pokoknya. Hanya dengan pengembangan tafaqquh fiddin inilah akan lahir ulama yang alim dan dibutuhkan masyarakat. Apa pun yang dikembangkan pesantren, ujungnya harus mengarah pada tafaqquh fiddin. Masa depan pesantren adalah tantangan yang perlu dihadapi dengan bijak dan inovatif. Dengan memanfaatkan teknologi digital, mengadopsi kurikulum modern yang holistik, dan melahirkan cikal bakal ulama pesantren dapat memperkuat peran mereka sebagai lembaga pendidikan yang relevan dan berdaya saing di era globalisasi ini. Thus, pesantren akan terus berkontribusi dalam membentuk generasi muda yang berintegritas, kompeten, dan mampu berkontribusi positif di masa depan.